HIKMAH DAN KEUTAMAAN ZAKAT (KULTUM ROMADHON HARI KE 28) Masjid ALWUSTHO

HIKMAH DAN KEUTAMAAN ZAKAT (KULTUM ROMADHON HARI KE 28)

HIKMAH DAN KEUTAMAAN ZAKAT

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِىْ جَعَلَ الزَّكَاةَ لِلدِّينِ اَسَاسًا وَمَبْنَى، وَبَيـَّنَ اَنَّ بِفَضْلِهِ تَزَكَّى مِنْ عِبَادِهِ مَنْ تَزَكَّى، الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، سَيِّدِ الْوَرَى نُوْرِ الْهُدَى شَمْسِ الضُّحَى وَبَدْرِ الدُّجَى، وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ الْمَخْصُوْصِيْنَ بِالْعِلْمِ وَالتُّقَى، اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ اْلاَعْلَى، وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَّمَدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِىْ لاَ يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى، اِنْ هُوَ اِلاَّ وَحْيٌ يُّوْحَى. اَيــُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِىْ بِتَقْوَى اللهِ سُبْحَاَنهُ وَتَعَالَى، فَاِنَّهُ يَقُوْلُ: فَاَمَّا مَنْ اَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى. وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى، وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى.

 

Ma'asyiral-muslimin wazumratal-mukminin rahimakumullah

            Segala puji dan syukur marilan senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufiq, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita, sehingga pada saat ini kita sudah berada di penghujung pelaksaan ibadah shalat Tarawih. Dengan penuh harapan semoga ibadah kita dari awal hingga akhir Ramadhan ini diterima oleh Allah SWT. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah ke haribaan baginda Rasulullah Muhammad SAW, demikian pula kepada keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya yang istiqamah menjalankan ajarannya.

 

Ma'asyiral-muslimin wazumratal-mukminin rahimakumullah

            Salah satu rukun Islam yang mempunyai fungsi sebagai pondasi atau asas agama Islam adalah zakat. Secara bahasa zakat artinya bersih, suci, atau subur. Dan menurut istilah fiqih zakat adalah mengeluarkan sebagian dari harta benda atas perintah Allah, sebagai shadaqah wajib kepada orang-orang yang telah ditetapkan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum Islam.

            Menunaikan zakat bagi orang yang mampu sama wajibnya dengan melaksanakan shalat fardhu. Karena sebanyak 32 ayat al-Quran perintah zakat itu sendiri selalu digandengkan dengan perintah mendirikan shalat. Hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara kedua ibadah wajib tersebut. Shalat merupakan seutama-utamanya ibadah badaniyah, sedangkan zakat merupakan seutama-utamanya ibadah maliyah. Oleh karena itu, seluruh ulama sepakat menetapkan bahwa mengingkari kewajiban zakat hukumnya kufur sama halnya dengan mengingkari kewajiban shalat.

Allah SWT berfirman:

(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨“9$# (#qãèx.ö‘$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ  

 

Dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. (QS. Al-Baqarah 43)

 

Ma'asyiral-muslimin wazumratal-mukminin rahimakumullah

            Mengelurkan zakat dan mengorbankan harta di jalan Allah selain untuk menunaikan kewajiban kita kepada Allah, juga merupakan ajang pendidikan dan latihan jiwa supaya kita mampu melawan rasa cinta yang berlebihan terhadap harta. Zakat mendorong kita untuk menumbuhkan rasa solidaritas sosial untuk membantu orang-orang yang kesusahan, faqir miskin, dan golongan lemah. Zakat juga membangun kerja sama untuk menangani persoalan-persoalan umat, negara, dan jihad di jalan Allah baik dengan jiwa maupun harta benda. Zakat juga mampu membentuk kepribadian islam pada diri seorang muslim, yaitu suatu kepribadian sempurna yang dapat memberikan faidah kepada sesama manusia sebagai mustahiq zakat sebagaimana telah ditentukan oleh al-Quran. Allah SWT berfirman di dalam surah at-Taubah ayat 60:

 

* $yJ¯RÎ) àM»s%y‰¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% †Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur †Îûur È@‹Î6y™ «!$# Èûøó$#ur È@‹Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒO‹Å6ym ÇÏÉÈ  

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk – delapan asnaf – yang terdiri dari:

Pertama: orang-orang fakir – yaitu orang-orang yang tidak mempunyai harta atau usaha yang dapat menjamin kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Kedua: orang-orang miskin, yaitu orang yang mempunyai usaha dan penghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Ketiga: amilin, pengurus zakat, yaitu orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.

Keempat: mu'allaf yang dibujuk hatinya, yaitu orang yang baru masuk Islam dan belum kuat imannya dan jiwanya perlu dibina agar bertambah kuat imannya supaya dapat meneruskan keislamannya.

Kelima: riqab, yaitu hamba sahaya yang mempunyai perjanjian akan dimerdekakan oleh tuannya dengan jalan menebus dirinya.

Keenam: gharim, yaitu orang yang berhutang untuk suatu kepentingan yang bukan hal kemaksiatan dan ia tidak sanggup untuk melunasinya.

Ketujuh: sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang dengan suka rela untuk menegakkan kalimah Allah.

Dan kedelapan: musafir, yaitu orang yang kekurangan perbekalan dalam perjalanan dengan maksud baik, seperti menuntut ilmu, menyiarkan agama, dan sebagaiya.  

 

Ma'asyiral-muslimin wazumratal-mukminin rahimakumullah

            Orang-orang yang melaksanakan perintah Allah dengan mengeluarkan zakat, bersedekah, dan mengorbankan harta di jalan Allah, tentu saja merasa bahwa harta itu adalah milik Allah yang mesti mereka pertanggungjawabkan. Ia dikumpulkan dan dibelanjakan sesuai dengan ajaran Allah itu sendiri. Mereka tidak akan berani mencari harta dan mebelanjakannya dengan cara yang tidak diridhai-Nya.

            Seorang muslim memandang harta sebagai wasilah – jalan atau alat sebagaimana diajarkan Allah SWT, dan bukan sebagai tujuan. Itulah sebabnya seorang muslim akan menggunakan harta yang dimilikinya sebagai manifestasi ketaatannya kepada Allah SWT. Mereka tidak akan disibukkan dengan mencari, mengumpulkan, dan menghitung-hitungnya siang dan malam tanpa memperdulukan dari mana datangnya harta itu sendiri, dengan cara bagaimana ia didapatkan dan kemana harta itu dibelanjakan, sebagaimana yang dilakukan oleh budak-budak harta.

            Zakat telah mengajarkan seorang muslim bahwa perbedaan rezeki adalah urusan Allah, sesuai kadar, hikmah, dan firman-Nya. Karena Dia menghendaki dari hamba-hamba-Nya, agar dengan perbedaan rezeki itu manusia hidup dalam suasana saling tolong-menolong dan saling membantu satu sama lain.

Zakat mendidik seseorang untuk percaya dengan sepebuh hati kepada Allah dan lebih mempercayai apa yang ada pada Allah dari pada apa yang ada pada dirinya sendiri. Secara lahiriyah, zakat memang mengurangi harta, tetapi orang-orang yang beriman justru mempercayai sebaliknya. Bahwa segala sesuatu yang dikeluarkan dan dibelanjakan di jalan Allah, baik itu zakat, sedekah, atau infaq fi sabilillah akan bertambah serta berlipat ganda baik dari segi keberkahannya, kualitas maupun kuantitasnya. Lebih dari itu – tentu ini yang paling utama – adalah pembuka rahmat dan ridha Allah SWT. Allah SWT berfirman:

 

ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& ’Îû È@‹Î6y™ «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y™ Ÿ@Î/$uZy™ ’Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yߙ èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ï軟Òム`yJÏ9 âä!$t±o„ 3 ª!$#ur ììřºur íOŠÎ=tæ ÇËÏÊÈ  

 

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 261)

 

Ma'asyiral-muslimin wazumratal-mukminin rahimakumullah

            Pada ayat ini Allah SWT menyebut angka tujuh. Angka tersebut tidak harus difahami dalam arti angka yang di atas enam dan di bawah delapan, tetapi ia serupa dengan istilah seribu satu yang tidak berarti di atas 1000 dan di bawah 1002. Kedua angka ini berarti banyak. Bahkan pelipat gandaan itu tidak hanya tujuh ratus kali, tetapi lebih dari itu, karena Allah terus-menerus melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Jangan menduga Allah tidak mampu memberi sebanyak mungkin. Bagaimana mungkin Dia tidak mampu, bukankan Allah Maha Luas anugerah-Nya? Jangan juga menduga, Dia tidak tahu siapa yang bernafkah dengan tulus di jalan yang diridhai-Nya. Yakinlah bahwa Dia Maha Mengetahui.

 

Ma'asyiral-muslimin wazumratal-mukminin rahimakumullah

            Alangkah indahnya jika hati nurani umat ini tergugah, di mana si kaya membantu si miskin, si mampu menolong si faqir. Sehingga terjalin suatu kehidupan yang harmonis dan romantis atas dasar saling asah, saling asih, dan saling asuh. Karena pada dasarnya si kaya dan si mampu itu lebih membutuhkan keberadaan si faqir dan si miskin atas apa yang dijanjikan oleh Allah berupa limpahan pahala dan karunia, dari pada kebutuhan si faqir dan si miskin terhadap harta yang ada pada dirinya. Dengan memberikan pertolongan kepada si faqir dan si miskin berarti telah terbuka peluang yang sebesar-besarnya untuk memperoleh pahala yang sebesar-besarnya di sisi Allah SWT. Sebagaimana yang dijelaskan Allah  dalam firman-Nya:

 

ã@sWtBur tûïÏ%©!$# šcqà)ÏÿYムãNßgs9ºuqøBr& uä!$tóÏGö/$# ÅV$|ÊötB «!$# $\GÎ7ø[s?ur ô`ÏiB öNÎgÅ¡àÿRr& È@sVyJx. ¥p¨Yy_ >ouqö/tÎ/ $ygt/$|¹r& ×@Î/#ur ôMs?$t«sù $ygn=à2é& Éú÷üxÿ÷èÅÊ bÎ*sù öN©9 $pkö:ÅÁム×@Î/#ur @@sÜsù 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÅÁt/ ÇËÏÎÈ  

 

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat. (QS. Al-Baqarah: 265)

 

Ma'asyiral-muslimin wazumratal-mukminin rahimakumullah

            Pada ayat tersebut diungkapkan bahwa ada dua tujuan utama dalam menafkahkan harta, walau yang kedua pada akhirnya merujuk dan berakhir pada tujuan pertama. Tujuan pertama adalah mardhatillah – yang artinya keridhaan Allah. Dan yang kedua adalah tatsbitan min-anfusihim – yakni pengukuhan dan keteguhan jiwa mereka. Maksudnya bahwa nafkah yang kita berikan itu seharusnya dalam rangka mengasah dan mengasuh jiwa, sehingga dapat memperoleh kelapangan dada dan pemaafan terhadap gangguan dan kesalahan orang lain, serta kesabaran dan keteguhan jiwa dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama.

            Perumpamaannya, seperti kebun yang lebat yang terletak di dataran tinggi. Keberadaannya di dataran tinggi menjadikan pepohonan di kebun itu dapat menerima benih yang dibawa angina yang mengawinkan tumbuh-tumbuhan tanpa terhalangi, sebagaimana terhalangka kebun-kebun yang berada di dataran rendah. Di samping itu kebun yang berada di dataran tinggi tidak membutuhkan, bahkan tidak terpengaruh dengan air yang berada di dataran rendah, yang bisa jadi merusak akar tanaman sehingga tidak dapat tumbuh subur.

            Dataran tinggi, di mana  kebun itu berada, disiram oleh air hujan yang lebat yang tercurah secara langsung dari langit, menimpa daun dan dahan, dan sisanya turun untuk diserap tanah, di mana akar-akar tumbuhan menghunjam. Air yang tidak dibutuhkannya mengalir ke bawah dan ditampung oleh yang membutuhkannya. Tidak heran jika buahnya dua kali lipat. Kalau pun bukan hujan lebat yang mengairinya, paling tidak gerimis, dan itu telah memadai untuk pertumbuhannya. Demikian keadaan kebun itu. Baik air yang diterimanya banyak maupun sedikit, selalu saja ia menghasilkan buah. Demikian juga seseorang yang bersedekah dengan tulus, baik yang disumbangkannya sedikit maupun banyak, sedekahnya selalu berbuah dengan buah yang baik.  

 

Ma'asyiral-muslimin wazumratal-mukminin rahimakumullah

            Semoga kita semua diberikan keluasan harta, ilmu, dan hati sehingga kita menjadi umat-umat yang mampu bersedekah sebanyak-banyaknya untuk membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan demi meraih ketenangan jiwa dan ridha Allah SWT.

 

هدانا الله واياكم اجمعيـن

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

 

 

 

 

HIKMAH DAN KEUTAMAAN ZAKAT (KULTUM ROMADHON HARI KE 28)