HAKIKAT SYUKUR (KULTUM ROMADHON HARI KE 11) Masjid ALWUSTHO

HAKIKAT SYUKUR (KULTUM ROMADHON HARI KE 11)

HAKIKAT SYUKUR

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

 

اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِىْ اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ، وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَه لاَ شَرِيكَ لَهُ، شَهَادَةً تُنْجِىْ قَائِلَهَا مِنْ اَهْوَالِ يَوْمِ يُبْعَثُ فِيهِ اْلاَوَّلُوْنَ وَاْلآخِرُونَ. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُه وَرَسُولُهُ، الْمَبْعُوثُ لِسَائِرِ اْلآنـــَامِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبــَارِكْ عَلَـيْهِ وَعَلَى آلِه وَصَحْبِه وَالـتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَومِ لاَخَوْفٌ عَلَـيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ. عِبَادَ اللهِ! اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ اِلاَّ وَاَنْـتُمْ مُسْلِمُونَ.

           

Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, puji yang maha tinggi yang tidak terhalang waktu dan ruang, syukur yang maha luhur yang tidak terbatas malam dan siang. Solawat pengiring rahmat dan kesejahteraan semoga senantiasa tercurah kepada junjungan alam, panutan sepanjang jaman, Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir kehidupan.

 

Kaum muslimin-muslimat hamba Allah yang berbahagia

Allah SWT berfirman:

 

ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«ø‹x© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noy‰ϫøùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ  

 

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl 16:78)

            Ayat ini memberi pelajaran sekaligus peringatan kepada kita untuk selalu menghaturkan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, serta karunia-Nya yang tiada terhingga. Allah berikan kepada kita nikmat ruh dengan kelahirannya ke dunia, tubuh dengan kesehatannya, mata dengan penglihatannya, telingan dengan pendengarannya, hidung dengan penciumannya, lidah dan mulut dengan pembicaraannya, tangan dengan perabaannya, kaki dengan langkahnya, hati dengan rasanya, dan sebagainya. Nikmat-nikmat tersebut disempurnakannya pula dengan nikmat yang paling utama, yakni nikmat hidayah iman dan islam, yang semuanya itu wajib disyukuri dengan cara dan ketentuan yang benar.

 

Kaum muslimin-muslimat hamba Allah yang berbahagia

            Bersyukur artinya mengingat-ingat nikmat kemudian menampakkan nikmat tersebut serta menggunakannya sesuai dengan keinginan pemberi nikmat. Maka dalam konteks ini, syukur dapat dikualifikasikan menjadi tiga macam. Pertama, syukur dengan hati, yakni dengan mengingat-ingat dan merenungkan nikmat itu sendiri, mengakui dengan relung hati yang paling dalam dan menyadari bahwa nikmat tersebut sampai kepadanya sebagai curahan kasih sayang Allah kepada dirinya, bukan semata-mata karena kekuatan dan usahanya sendiri.

Kedua, syukur dengan lisan, yakni dengan memuji dan menyanjung sang pemberi nikmat, minimal dengan ucapan alhamdulillah --  yang berarti menyampaikan puji syukur kepada Allah atas karunia-Nya tersebut, dan jangan sekali-kali menisbatkan karunia kepada selain Allah.

Dan ketiga, syukur dengan anggota badan, yakni menggunakan nikmat-nikmat itu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kehendak Allah SWT, dan diarahkan semata-mata untuk meraih keridhaan Allah SWT.

            Dengan demikian, orang yang bersyukur adalah orang yang hatinya penuh dengan mahabbatullah – yakni rasa cinta kepada Allah – atas nikmat-nikmat-Nya, dan lisannya sibuk dengan puji-pujian dan pengakuan atas karunia-Nya, serta anggota badannya sibuk dengan aktivitas-aktivitas ketaatan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, syukur merupakan salah satu symbol dan barometer ibadah seorang hamba.

           

Kaum muslimin-muslimat hamba Allah yang berbahagia

            Kita diberi lisan, maka kita harus mensyukurinya dengan banyak berdzikrullah, tawadu' kepada-Nya dengan bermunajat, melantunkan firman-Nya dengan keindahan, menyeru kepada yang kebajikan dan mencegah dari kemunkaran. Jika hal ini tidak bisa kita lakukan, maka minimal kita harus berusaha dengan segenap daya upaya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang dibenci sekaligus dilarang oleh Allah SWT. Seperti halnya melakukan ghibah, fitnah, berdusta, mengadu domba, dan sebagainya yang dimurkai oleh Allah SWT.

            Diberi nikmat berupa penglihatan, maka harus disyukuri dengan menggunakannya untuk menyaksikan ayat-ayat Allah di malam dan siang hari, bertadabur serta mengambil hikmah dan pelajaran darinya. Jangan sekali-kali mencoba melihat hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat bagi kemuliaan iman apalagi yang diharamkan Allah. Sebab melihat sesuatu yang diharamkan merupakan dosa besar yang akan mengundang murka Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat kelak.

            Kita pun diberi pendengaran yang dengannya kita dapat menikmati alunan ayat-ayat suci al-Quran dengan penuh khusyu', mendengarkan uraian ilmu dan hikmah dari para ulama, mendengarkan lantunan tasbih, tahmid, takbir, tahlil, istighfar, dan shalawat seraya menghaturkan pujian kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan hindarilah mendengarkan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat, baik itu lagu-lagu melancolis atau pun musik yang hangar-bingar yang hanya akan membuat hati menjadi keras sekeras batu, auw asyadda qaswah – atau bahkan lebih keras dari pada batu.

            Kita juga dianugerahi tangan dan kaki yang lengkap dan sempurna. Maka sepatutnyalah kita bersyukur dengan cara banyak mengerjakan hal-hal yang diridhai Allah. Dan sekali-kali jangan sampai mengulurkan dan melangkahkannya pada kezaliman. Ingatlah! Kezaliman itu adalah kerugian, kegelapan dan berakhir dengan penyesalan yang dalam di hari pembalasan. Pada saat itu, kaki, tangan, mata, hidung, telinga, dan seluruh anggota badan lainnya – kecuali mulut – akan menceritakan perbuatannya selama di dunia dan semuanya akan menjadi saksi yang tidak terbantahkan di hadapan pengadilan Qadhi Rabbul-Jalil, Allah SWT.

 

tPöqu‹ø9$# ÞOÏFøƒwU #Â’n?tã öNÎgÏdºuqøùr& !$uZßJÏk=s3è?ur öNÍk‰É‰÷ƒr& ߉pkô¶s?ur Nßgè=ã_ö‘r& $yJÎ/ (#qçR%x. tbqç6Å¡õ3tƒ ÇÏÎÈ  

 

Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS. Yasin: 65)

 

Kaum muslimin-muslimat hamba Allah yang berbahagia

            Dalam konteks syukur ini, Musthafa al-Maraghi berkata, "Syukur merupakan kata-kata singkat dan padat yang menghimpun semua kebaikan, mulai dari kebaikan hati, lisan, dan anggota badan. Maka orang yang tidak ber-mahabbatullah dan tidak pula mengakui nikmat-Nya dalam hati, identik dengan orang-orang yang tidak bersyukur. Sebagaimana pula keadaan orang-orang yang berilmu dan berharta, bila ia tidak mengamalkan ilmunya kepada sesama, serta tidak menginfakkan hartanya di jalan Allah, maka kedudukannya sejajar dengan orang-orang yang tidak bersyukur kepada Allah, dengan kata lain mereka termasuk orang-orang yang kufur atas nikmat-nikmat allah".

            Al-Quran menginformasikan, bahwa di antara sebab kehancuran seseorang, umat, kaum, atau bangsa terdahulu adalah disebabkan keingkaran mereka terhadap nikmat dan karunia-Nya, serta keengganan mereka bersyukur ke hadirat Allah SWT. Qarun dan Fir'aun dibinasakan oleh Allah karena keingkarannya. Kaum 'Ad kaum Tsamud dibumihanguskan karena kesombongannya. Bani Israil dan negeri Saba diluluhlantakkan karena kekufurannya. Semua ini mestinya menjadi pelajaran berharga bagi umat-umat sesudahnya, bahwa kerusakan, kehancuran, dan kebinasaan baik individu maupun massal, di antara penyebabnya adalah karena keengganan untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang mereka terima. Bahkan mereka mengatakan bahwa segala sesuatu yang dimilikinya itu adalah hasil usaha mereka sendiri tanpa ada keterlibatan dari Allah rabbul'alamin.    

Al-Quranul Karim mengilustrasikan di antara kisah itu dengan ayatnya:

 

z>uŽŸÑur ª!$# WxsWtB Zptƒös% ôMtR$Ÿ2 ZpoYÏB#uä Zp¨ZͳyJôÜ•B $yg‹Ï?ù'tƒ $ygè%ø—Í‘ #Y‰xîu‘ `ÏiB Èe@ä. 5b%s3tB ôNtxÿx6sù ÉOãè÷Rr'Î/ «!$# $ygs%ºsÂŒr'sù ª!$# }¨$t6Ï9 Æíqàfø9$# Å$öqy‚ø9$#ur $yJÎ/ (#qçR$Ÿ2 šcqãèuZóÁtƒ ÇÊÊËÈ  

 

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. (QS. An-Nahl 16:112)

 

            Saudaraku sesama muslim! Sungguh Allah telah menaburkan selaksa nikmat dan karunia kepada kita, dan menyuruh kita untuk mensyukurinya. Dia berjanji bahwa jika kita pandai mensyukurinya, niscaya Allah akan menambah karunia-Nya itu kepada kita. Sebaliknya, jika kita ingkar, maka Dia mengancam akan memberikan siksa yang amat pedih dan menghancurkan. Oleh karena itu marilah kita bercermin, sejauh mana sikap kita yang telah menunjukkan sikap bersyukur kepada Allah SWT.

Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:

 

øÂŒÎ)ur šc©ÂŒr's? öNä3š/u‘ ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯Ry‰ƒÎ—V{ ( ûÈõs9ur ÷LänöxÿŸ2 ¨bÎ) Â’Î1#x‹tã Ó‰ƒÏ‰t±s9 ÇÐÈ  

 

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim 14:7)

 

Kaum muslimin-muslimat hamba Allah yang berbahagia

            Sesungguhnya tidaklah sulit bagi Allah untuk mengubah keadaan seseorang, suatu bangsa, atau umat dari aman menjadi kacau-balau, dari kaya menjadi miskin, dari makmur menjadi hancur. Semuanya itu bermuara pada keingkaran manusia terhadap nikmat-nikmat Allah.

            Oleh karena itu, ironis sekali, mengahadapi karunia Allah yang veragam itu justru sangat sedikit hamba-hamba Allah yang bersyukur. Padahal manfaat, fungsi, dan hikmah syukur bukan Allah SWT yang menikmatinya. Sebagai Dzat Yang Maha Sempurna, maka sama sekali Dia tidak mengambil keuntungan dan tidak merasa beruntung dengan bakti syukur hamba-hamba-Nya kepada-Nya.

            Demikian pula sebaliknya, Dia tidak merasa merugi dan dirugikan oleh keingkaran hamba-hamba-Nya kepada-Nya. Justru hikmah, fungsi, dan manfaat syukur itu kembali kepada diri hamba dan kaum yang bersyukur itu sendiri. Artinya, bahwa hikmah, fungsi, dan manfaat syukur itu dapat menyucikan dan mendekatkan diri seorang hamba kepada Allah. Di samping itu juga sebagai kendali dalam mendermakan dan membelanjakan serta menggunakan kenikmatan tersebut agar sejalan dengan syari'at-Nya.

            Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa syukur adalah pilar, komponen, dan determinan kebahagiaan dan kesejahteraan suatu umat. Bangsa apa pun yang pandai bersyukur kepada Allah, maka mereka pasti meraih puncak kejayaan yang gemilang. Sebaliknya, bangsa maupun umat yang mana saja bila ingkar kepada Allah, enggan mensyukuri karunia-Nya, maka secara perlahan tapi pasti akan mengalami kehancuran dan kehinaan.

            Semoga kita menjadi umat dan bangsa yang pandai mensyukuri nikmat Allah, sehingga dalam waktu re;atif singkat segera dapat meraih hikmah, manfaat, dan fungsi syukur yang berupa kemenangan, kesejahteraan, dan ketenteraman sejati. Amien.

 

هدانا الله واياكم اجمعيـن

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

 

 

 

 

HAKIKAT SYUKUR (KULTUM ROMADHON HARI KE 11)